Selasa, 16 Juli 2013

BOLA KERANJANG

BOLA KERANJANG SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH MENENGAH

Bola keranjang atau disebut juga korfball, merupakan salah satu cabang olahraga yang kurang popular dikalangan  masyarakat Indonesia. Tetapi dulu, sejakjaman penjajahan Belanda sampai dengan tahun 50-an, bola keranjang dimainkan oleh seluruh lapisan masyarakat dan menjadi bagian dari kurikulum SMP/SMA. Terakhir bola keranjang dipertandingkan di arena PON ke IV di Makasar, Ujung Pandang. Oisebabkan adanya kebijakan untuk meninggalkan permainan yang berbau penjajah., sehingga pemainan ini tidak lagi dipertandingkan (PP PKSI, 1994: 32). Sejak tahun 80-an (5 Oktober 1982), bola keranjang mulai berkembang lagi di Indonesia walaupun masih merupakan embrio PBKSI (Persatuan Bola Keranjang Seluruh Indonesia) dan belum terbina dalam suatu organisasi formal. Namun sejak tanggal 27 April 1994 secara resmi bola keranjang telah dicatat sebagai anggota Internasional Korfball Federation (IKF). Bola keranjang merupakan olahraga yang relatif murah dan mudah dimainkan, dengan alat yang sederhana, serta dapat dimainkan di mana saja baik di halaman sekolah, maupun di lapangan. Prinsip bermain pada game ini sangat sederhana, yaitu pemain dapat mencetak angka seperti halnya pada permainan bola basket. Selain bermanfaat untuk Bola Keranjang Sebagai Altematif Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Menengah menjaga kebugaran jasmani siswa, berkumpulnya laki-Iaki dan perempuan dalam satu regu akan terjadi interaksi aktif, sehingga dapat menjadi wahana dalam pengembangan berbagai aspek kehidupan manusia termasuk di dalamnya terselip nilai-nilai edukatif pembangunan mental seperti sportivitas, jiwa ksatria, rasa kebersamaan, semangat bertanding, sopan santun, dan saling menghormati.
Dalam tulisannya tentang olahraga Ki Hajar Dewantoro (1967: 243) menceritakan bahwa para pendidik harus mengingat kalau sifat pelajaran olahraga sebaiknya selalu dihubungkan dengan rasa kesopanan, jangan mengajarkan olahraga yang mendidik kekasaran rasa kemanusiaan. Sehingga olahraga buat laki-Iaki dan perempuan yang dilaksanakan bersama-sama hanya boleh dilakukan, asal badan laki-Iaki dan perempuan tersebut tidak saling bersentuhan, seperti halnya di dalam permainan bola keranjang. Seperti telah diketahui, faktor utama yang menjadi kendala dalam melaksanakan program pendidikan jasmani di sekolah adalah minimnya fasilitas dan peralatan. Kebanyakan sekolah belum mempunyai fasilitas olahraga yang cukup. Hasil pengamatan di lapangan, bentuk aktivitas olahraga pun boleh dikata hanya didasarkan pada laporan kegiatannya saja. Sedangkan manfaat olahraga yang seharusnya dicapai oleh peserta didik sering kali kurang mendapat perhatian. Akibatnya keberhasilan belajar dalam aspek perkembangan fisik tidak maksimal. Untuk itu, permasalahan yang harus dicari jalan keluarnya agar pelaksanaan pendidikan jasmani dapat terlaksana dengan baik adalah mengoptimalkan alat-alat dan fasilitas yang dimiliki sekolah. Menurut Sumanto, Y. dan Sukiyo (1991: 252) yang dimaksud alat adalah benda yang dipergunakan sebagai media untuk memperindah gerakan, memperberat gerakan dan meningkatkan gairah yang dalam pelaksanaannya benda tersebut dapat dibawa atau diubah-ubah posisinya, seperti bolavoli, sepakbola, bolabasket, tongkat lari estafet, balok. Sedangkan yang dimaksud fasilitas adalah bangunan atau tempat untuk melakukan kegiatan olahraga, misalnya gedung olahraga, bangsal senam, lapangan voli, lapangan basket, baik yang berada di lapangan terbuka maupun lapangan tertutup.
Lapangan yang tidak begitu luas maupun halaman sekolah yang kosong perlu diupayakan untuk tempat pembelajaran pendidikan jasmani bagi siswa, dengan menyiapkan alat-alat yang dibuat secara sederhana. Sebagai contoh, untuk mengajarkan olahraga permainan bahan baku yang perlu dipersiapkan adalah bambu batangan sepanjang tiga setengah meter sebanyak dua buah. Selanjutnya masing-masing potongan bambu tersebut di atasnya dipasangi keranjang sebagai sasaran menembak. Ditambah dengan satu bola sepakbola, perlengkapan tersebut sudah dapat dipergunakan sebagai sarana untuk bermain bola keranjang.

HAKIKAT PERMAINAN BOLA KERANJANG
Bola keranjang merupakan cabang olahraga permainan beregu, yaitu mempertemukan dua tim yang saling beradu kemampuannya untuk saling mengalahkan, dengan memberikan kesempatan kedua tim untuk saling menyerang dan bertahan. Teknik dasar bermain dalam bola keranjang adalah lempar tangkap, merayah, gerak tipu, dan menembak. Aktivitas yang dilakukan untuk bermain memerlukan unsur fisik seperti kekuatan, kecepatan, ketahanan, kelincahan, dan kelentukan. Sedangkan unsur psikis memerlukan keuletan, ketangguhan, dan kematangan emosi.
Pendidikan jasmani di sekolah merupakan salah satu mata pelajaran yang mengarahkan terciptanya kondisi peserta didik yang memiliki sikap dan perilaku hidup bersih, sehat, berdisiplin, serta memiliki kesegaran jasmani yang baik, sehingga peserta didik dapat tumbuh dan berkembang sesuai apa yang diharapkan. Permainan merupakan kegiatan manusia sebagai imbangan kerja agar seseorang memperoleh kesegaran jasmani maupun rohani (Sukintaka, 1992: 4). Dengan bermain bola keranjang pelakunya akan memperoleh kesenangan dan kesegaran, karena hakikat dari kehidupan manusia adalah bermain. Lebih lanjut menurut Sukintaka (1995: 131), bahwa rasa senang pada peserta didik merupakan suasana pendidikan yang baik, karena dengan rasa senang memungkinkan adanya kemudahan dalam mendidik dan mengarahkan anak untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Dengan demikian permainan bola keranjang
merupakan salah satu jenis olahraga yang dapat memenuhi kebutuhan esensi manusia itu, yaitu bermain dan kesenangan. Menurut Tedjasaputra (2001: 30-45) bermain merupakan pengalaman yang berguna bagi perkembangan, yang bermanfaat untuk: (1) perkembangan aspek fisik; (2)
perkembangan aspek motorik; (3) perkembangan aspek social; (4) perkembangan aspek emosi/kepribadian; (5) perkembangan aspek koknisi; (6) mengasah ketajaman penginderaan; (7) mengembangkan ketrampilan olahraga dan menari. Menurut Rijsdorp (1971) dalam Sukintaka (2001: 12) sasaran pendidikan jasmani adalah Pembentukan gerak, terdiri dari: (1) mampu membentuk sikap berkemauan untuk melakukan gerak; (2) menyelaraskan an18ra ruang, waktu, bentuk, dan perkembangan rasa ten18ng irama; (3) mempelajari untuk mengetahui kemampuan dirinya dalam kemungkinan gerak; (4) memperoleh kepastian gerak dan perkembangan perasaan tentang sikap badan; (5) pengayaan dan peluasaan tentang pengetahuan gerak. Pembentukan prestasi, terdiri dari: (1) memenuhi tuntutan tugas dengan mempelajari kemampuan dirinya; (2)
mempelajari arah untuk mencapai tugas, mengatasi tekanan psikis, dan percaya diri; (3) mengendalikan emosi; (4) belajar mengetahui kemampuan dan keterbatasan dirinya; (5) menguasai tuntutan ketentuan pertanggungjawaban dalam perbandingan yang sesungguhnya dari batas prestasi dan lingkup pres18si. (3) Pembentukan rasa sosial, terdiri: (1) mengetahui dan menerima peraturan kelompok dan norma kelompok; (2) pengembangan struktur kelompok, belajar kerja sama, menganjurkan untuk menerima dan memberikan dalam hidup bermasyarakat, serta didasari suasana emosional yang terkendali; (3) perkembangan rasa bermasyarakat, dan mengetahui orang lain, sebagai pribadi, belajar bertanggung jawab bagi orang lain, memberi pertolongan, melindungi, dan bela diri; (4) belajar mengetahui dan bijaksana dalam melepaskan ketegangan pada waktu luang. Perkembangan jasmani, yang terdiria18s: (1) menuntut,kemajuan sikap dan gerak jasmani yang baik dan prestasi yang optimal; (2) menuntut tentang kesehatan
jasmani dan pertanggungjawaban tentang kesehatan diri melalui kebiasaan hidup sehat. lebih lanjut Sukadiyanto (1996: 31) permainan yang menyenangkan adalah yang mengikuti peraturan perrnainan yang berlaku. Oleh karena peraturan dibuat, antara lain untuk: (1) ditaati sebagai dasar untuk bermain agar tidak merugikan pihak lawan; (2) Bola Keranjang Sebagai Alternatif Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Menengah memperlancar jalannya permainan; (3) memutuskan secara adil dan tepat; (4) membina sikap kepribadian permainannya; dan (5) menanamkan kebiasaan yang baik, taat pada aturan yang berlaku. Permainan bola keranjang menyediakan sarana untuk kegiatan yang penuh tantangan dan disiplin tinggi, selain itu permainannya dikemas dalam aturan dan tata krama pergaulan yang baik dan sopan.

FILOSOFI KEHIDUPAN DALAM PERMAINAN BOLA KERNAJANG
Banyaknya tindakan kekerasan dan perkelahian antar pelajar yang selalu terjadi di beberaapa kota besar banyak mendapat sorotan khususnya dari orang tua. Oalam era globalisasi informasi seperti sekarang ini, memang sulit untuk mencari ujung pangkal penyebab meningkatnya kenakalan remaja. Masalah tersebut diduga akibat dari rendahnya budi pekerti anak-anak sekarang. Jika dikaitkan dengan pembelajaran di sekolah, dimungkinkan karena tidak adanya kesempatan pada guru penjas untuk mengajarkan nilai-nilai etika dalam setiap kali mengajar. Masalah etika secara langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi kebiasaan dan perilaku anak dalam kehidupan seharihari.

Bola keranjang merupakan salah satu cabang olahraga permainan beregu yang mempertemukan dua tim untuk saling beradu kemampuannya agar dapat saling mengalahkan. Bola keranjang satu-satunya cabang olahraga yang merupakan gabungan dari pemain laki-Iaki dan perempuan dalam satu tim. Walaupun dimainkan oleh gabungan laki-Iaki dan perempuan, dalam aturan permainannya laki-Iaki harus melawan laki-Iaki, perempuan tetap melawan perempuan. Apapun alasannya tidak diperbolehkan perempuan menjaga laki-Iaki atau sebaliknya laki-Iaki menjaga perempuan. Oalam permainan ini tidak ada kesempatan pemain untuk bermain sendiri, karena dalam aturannya tidak diijinkan bola dibawa lari maupun memantulkan bola. Dengan cara seperti itu tingkah laku anak tampak nyata, dapat dipantau dan dapat dirasakan. Sebagai contoh siswa laki-Iaki mengoper bola dengan tidak terlampau keras kepada teman perempuannya, karena
berdampingan dengan siswa perempuan siswa laki-Iaki merasa malu berbuat atau berbicara dengan kasar kepada temannya. Dengan demikian secara komprehensif kemuliaan akhlak dapat tercermin di dalam pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya. Sikap anak seperti itulah yang saat ini diharapkan oleh kalangan orang tua dan pendidik pada umumnya.