Senin, 17 Januari 2011

Agresi dan Kekerasan dalam Sepak Bola



PENDAHULUAN


Sepakbola di Indonesia beberapa tahun terakhir ini mengalami kemunduran, terutama dalam regenerasi pemain muda ditambah fasilitas penunjang dalam sepakbola tidak mendukung, ini berdampak pada menurunnya minat penonton untuk datang ke stadion. Sepakbola sebenarnya cabang olahraga yang paling banyak digemari masyarakat, akan tetapi sepakbola Indonesia sering terjadi agresi, baik terhadap lawan maupun dengan tim sendiri. Sementara kegiatannya usaha-usaha untuk memajukan olahraga sepakbola dewasa ini, terlihat pula gejala yang cukup memprihatinkan dalam dunia persepakbolaan nasional kita, yaitu adanya perkelahian dalam berbagai pertandingan. Tidak hanya perkelahian di antara sesama pemain, tetapi juga peristiwa pemukulan terhadap wasit oleh para pemain. Tindakan kekerasan berkembang di dalam berbagai pertandingan, baik tingkat nasional maupun internasional. Keadaan tersebut cukup mencemaskan, mengingat bahwa olahraga sepakbola merupakan cabang olahraga yang popular dan paling banyak digemari oleh masyarakat. Bila dihubungkan dengan usaha memasyarakatkan olahraga, maka dengan adanya perkelahian-perkelahian ini dapat diperkirakan timbulnya akibat-akibat yang kurang baik bagi masyarakat itu sendiri.

Suatu hal yang sangat memprihatinkan ialah bahwa tindakan kekerasan dalam pertandingan sepakbola tidak hanya dilakukan pemain tertentu saja, tetapi oleh kebanyakan pemain. Berbagai bentuk kekerasan dalam persepakbolaan Indonesia dapat dikategorikan ke dalam perilaku agresif. Agresi adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain (Sarwono, 1999). Agresi sendiri terdiri dari dua jenis yaitu hostile aggression dan instrumental aggression. Hostile aggression adalah lingkungan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi, sedangkan instrumental aggression adalah tindakan yang tidak disertai emosi, bahkan antara pelaku dan korban kadang-kadang tidak ada hubungan pribadi (Sarwono, 1999) Berdasarkan fenomena tersebut penulis ingin meneliti bagaimana perilaku agresif pemain sepakbola dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Subjek iv penelitian ini ada dua orang yang terdiri satu pemain sepakbola, sebagai subjek penelitian dan satu orang lagi yaitu significant other. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dimana didalamnya digunakan metode obsevasi dan wawancara. Observasi yang dilakukan yaitu pada saat pertandingan sepakbola, dimana subjek sedang bertanding. Dan wawancara berlangsung di tempat yang disepakati oleh subjek dan penulis, dimana sebelumnya dibuat pedoman observasi dan wawancara terlebih dahulu oleh penulis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis, diketahui bahwa pada subjek yang diteliti muncul perilaku agresif pada saat pertandingan sepakbola. Hal ini dikarenakan pendidikan subjek yang tidak terlalu tinggi, serta faktor yang mempengaruhi agresi subjek dalam bertanding dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan, frustrasi, dan karakter kepribadian yang dapat mempengaruhi subjek bertindak agresif, sehingga tidak memikirkan dampak yang diakibatkan dirinya sendiri dan orang lain dimasa depan.

Download Abstraksi http://library.gunadarma.ac.id/abstraction_10501040-skripsi_fpsi.pdf





PEMBAHASAN

Pemain yang agresif sangat diperlukan untuk dapat memenangkan pertandingan. Seperti dalam sepakbola, bela diri, dan sebagainya. Tetapi sifat-sifat tersebut, apabila tidak terkendali, justru dapat menjerumuskan dan mengarah pada tindakan-tindakan berbahaya, misalnya: melukai lawan, melanggar peraturan, serta mengabaikan sportivitas.

Menurut John Dollar, dkk. (1970) “tindakan agresif selalu merupakan konsekuensi lebih lanjut dari gejala frustrasi.” Dengan kata lain, frustrasi dapat mendorong timbulnya tingkah laku agresif.

Worchel dan Cooper membedakan dua tipe kepribadian yaitu (1) yang agresivitasnya kurang terkontrol dan (2) yang agresivitasnya selalu terkontrol. Tipe kepribadian yang agresivitasnya kurang terkontrol menunjukan kurangnya larangan terhadap pengungkapan tingkah laku agresif dan kecenderungan untuk mengadakan respons terhadap frustasi dengan tindakan yang agresif. Tipe kepribadian yang agresivitasnya selalu dikontrol dengan ketat, menunjukan adanya kontrol yang ekstrim kuat tehadap pengugkapan agresivitas dalam berbagai kondisi.

Orang yang agresivitasnya kurang terkontrol kemungkinan lebih besar melakukan tindakan kriminal kekerasan, karena ia tidak bimbang melakukan kekerasan pada waktu marah.

Teori-teori agresivitas

1. Teori keseimbangan

Teori keseimbangan atau “balance theory” mula-mula dikembangkan Fritz heider (1958), membahas hubungan interpersonal yang didasar-kan atas rasa senang atau tidak senang. Rasa senang atau tertarik dapat berupa merasa tergabung, rasa memiliki, merasa adanya kesamaan, dan sebagainya. Sedangkan rasa tidak senag atau rasa bertentangan dapat berupa perasaan berbeda, tidak memiliki, merusak, dan sebagainya.

Ketidak seimbangan atau “imbalanced relationship” dapat terjadi apabila dua orang berbeda pendapat atau kesenangan mengenai suatu obyek tertentu. Rasa senang atau tidak senang juga mengandung penilaian terhadap orang lain atau terhadap obyek tertentu ; dalam kenyataannya rasa senang dan tidak senang dapat terjadi dalam berbagai tingkat.

Tindakan agresif akan lebih banyak terjadi pada situasi hubungan yang tidak seimbang. Atlet pada umumnya terikat pada beberapa kelompok sosial, seperti keluarga, sekolah, teman berlatih, teman kumpul-kumpul, dan sebagainya. Tindakan agresif seorang atlet akan lebih tertuju pada orang yang tidak disenangi. Namun dalam hal tertentu dimana atlet ridak puas pada tindakan seseorang yang tidak disenangi, tetapi ia tidak berani atau merasa salah kalau menyerangnya, maka tindakan agresif akan dialihkan pada orang lain.

Prinsip-prinsip dasar teori keseimbangan sering sekali diterapkan untuk menganalisis sikap-sikap individu. Sikap-sikap individu biasanya juga menunjukan penilaian positif atau negatif terhadap obyek tertentu ataupun orang tersebut. Dalam hubungan dengan pembinaan tim, sikap-sikap negatif terhadap sesama anggota tim harus selalu dimonitor, lebih-lebih apabila ada gejala frustasi yang menjurus pada tindakan-tindakan agresif.

2. Teori insting

Teori ini didasarkan pada pendekatan individual, yang menjelaskan bahwa tindakan agresif disebabkan oleh dorongan dari dalam diri individu yang bersangkutan. Manusia tiadak dapat hidup dalam keadaan vakum, tiongkahlakunya bukan hanya merupakan fungsi sifat-sifat kepribadian individu tetapi juga situasi sekitar yang tidak boleh diabaikan.

3. Teori sosiolearning (teori belajar lingkungan)

Bahwa tindakan-tindakan agresif itu dapat dipelajari dari lingkungan dimana individu itu berada. Anak-anak belajar mengenai kapan harus menyerang atau bertindak agresif, bagaiman bertindak agresif, dan terhadap siapa bertindak agresif. Proses belajar ini didapat dari mengamati orang tua mereka, datang dari kelompok sebaya dimana ia tergabung, dan dari media massa yang memberikan gambaran tentang tindakan agresif dan kekerasan.

Jenis-jenis Agresvitas

1. Hostile agresion (rasa permusuhan).

Merupakan tindakan agresive yang disertai rasa permusuhan dengan tujuan utamanya adalah, melukai orang lain, niat melukai orang lain tersebut dilakukan dengan perasaan marah. Hal ini dapat diberikan contoh, misalnya, penyerang sepakbola dengan sengaja mengambil kaki lawannya karena usaha untuk membobolkan gawang selalu digagalkan pemain tersebut.

2. Instrumental agresion

Merupakan tindakan agresif yang tujuan utamanya adalah memenangkan pertandingan, tanpa melukai lawan. Niat melawan secara agresif tidak disertai rasa marah. Tindakan agresif instrumental tidak didak disebabkan oleh frustasi. Tindakan agresif yang bukan karena frustasi diantaranya dapat berupa gejala :

a. tindakan agresif instrumental ; tindakan agresif yang tidak disertai rasa marah.

b. tindakan agresif karena meniru ; misalnya tindakan agresif karena meniru tokoh gengster yang suka menyerang dan melukai orang lain.

c. tindakan agresif atas dasar perintah ; sering terjadi dalam olahraga beladiri misalnya karena inisiatif menyerang akan mendapat penilaian lebih dari wasit.

d. tindaka agresif dalam hubungannya dengan peran sosial ; dapat dilihat pada tindakan agresif yang dilakukan penjaga keamanan yang harus bertindak tegas, jika perlu dengan agak keras.

e. tindakan agresif karena pengaruh kelompok ; pengaruh penonton atau tim juga dapat merangsang dan menimbulkan gejala agresif. Tindakan agresif pemain karena pengaruh penonton sering terjadi.

Pengendalian Agresifitas dalam Olahraga

Sifat agresif hanyalah merupakan salah satu sifat dari individu. Kecenderungan sifat agresif pada pemain menjadi tindakan yang positif dan dibutuhkan untuk memenangkan pertandingan atau bisa sebaliknya bisa merusak dan menjadi tindakan deskruktif, sangat tegantung dari sifat-sifat dan kepribadian lainnya yang ada pada indifidu tersebut.

Sifat agresif yang dimiliki pemain yang juga memiliki kestabilan emosional, disiplin, rasa tanggung jawab yang besar, tidak menjadi masalah dalam pengarahannya. Pelatih dapat menyiapkan atlet tersebut untuk bermain agresif, dengan tidak perlu khawatir bahwa ia akan melukai lawan dan bertindak deskruktif, dalam upaya untuk mencapai tujuan atau memenangkan pertandingan. Dengan memberikan dorongan, pemberian stimulus yang positif, penghargaan, dan sebagainya. Atlet akan bermain agresif dengan tidak mengalami frustasi.

Bertitik tolak dari “Social learning theory” yaitu pemain akan meniru dan belajar dari pengalaman pemain lainnya, maka pelatih harus menyiapkan pemain dengan petunjuk dan langkah praktis sebagai berikut:

a. Anjuran untuk bermain agresif harus terarah, kapan, bagaimana, dan bagaimana cara yang tepat agar tidak menimbulkan hal-hal negatif dan melukai lawan.

b. Bermain agresif harus disertai peningkatan penguasaan diri, agar dapat selalu mengontrol diri sendiri.

c. Bermain agresif harus disertai disiplin dan rasa tanggung jawab, yaitu selalu mematuhi peraturan dan tunduk pada keputusan wasit serta mempertanggungjawabkan tindakannya.

d. Perlu adanya pemberian penghargaan bagi mereka yang bertindak agresif tetapi tidak melukai lawan, memelihara sportifitas, dan sebaliknya berikan hukuman apabila berusaha melukai lawan atau tindakan tercela dan melanggar peraturan.

Dalam upaya mengendalikan tindak kekerasan atau agresivitas yang menyimpang, dikemukakan Richard H. Cok sebagai berikut:

a. Atlet-atlet muda harus sudah diberi pengetahuan tentang contoh perilaku non agresif, penguasaan diri, dan penampilan yang benar.

b. Atlet yang terlibat tindakan agresif harus dihukum. Harus disadarkan bahwa tindakan agresif dengan melukai lawanadalah tindakan yang tidak dibenarkan.

c. Pelatih yang memberi kemungkinan para atlet terlibat agresif dengan kekerasan harus diteliti dan harus dipecat dari tugasnya sebagai pelatih.

d. Pengaruh dari luar memungkinkan terjadinya tindakan agresif dengan kekerasan dilapangan pertandingan harus dihindarkan

e. Para pelatih dan wasit didorong atau dianjurkan untuk menghindari lokakarya-lokakarya yang membahas tindakan agresif dan kekerasan.

f. Disamping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan atlet harus didorong secara positif meningkatkan kemampuan bertindak tenang menghadapi situasi-situasi emosional.

g. Penguasaan emosi menghadapi tindakan agresif dengan kekerasan harus dilatih secara praktis antara lain melalui latihan mental.

http://backrojez.blogspot.com/2010/06/pengaruh-kondisi-psikologis-dan-status.html












PENUTUP


A. Kesimpulan

Pemain yang agresif sangat diperlukan untuk dapat memenangkan pertandingan. Seperti dalam sepakbola, bela diri, dan sebagainya. Tetapi sifat-sifat tersebut, apabila tidak terkendali, justru dapat menjerumuskan dan mengarah pada tindakan-tindakan berbahaya, Dalam upaya mengendalikan tindak kekerasan atau agresivitas yang menyimpang, sebagai berikut :

· Atlet-atlet muda harus sudah diberi pengetahuan tentang contoh perilaku non agresif, penguasaan diri, dan penampilan yang benar.

· Atlet yang terlibat tindakan agresif harus dihukum. Harus disadarkan bahwa tindakan agresif dengan melukai lawanadalah tindakan yang tidak dibenarkan.

· Pelatih yang memberi kemungkinan para atlet terlibat agresif dengan kekerasan harus diteliti dan harus dipecat dari tugasnya sebagai pelatih.

· Pengaruh dari luar memungkinkan terjadinya tindakan agresif dengan kekerasan dilapangan pertandingan harus dihindarkan

· Para pelatih dan wasit didorong atau dianjurkan untuk menghindari lokakarya-lokakarya yang membahas tindakan agresif dan kekerasan.

· Disamping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan atlet harus didorong secara positif meningkatkan kemampuan bertindak tenang menghadapi situasi-situasi emosional.

· Penguasaan emosi menghadapi tindakan agresif dengan kekerasan harus dilatih secara praktis antara lain melalui latihan mental.


B. Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan pertimbangan para ilmuan olahrga untuk lebih meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam melaksanakan kinerjanya agar dapat menciptakan atlit-atlit yang profesional dan berpotensi. Dan dalam integritas tertentu ilmuan olahraga harus paham bagaimana proses yang baik agar menghasilkan penampilan atlet seperti yang diinginkan.