Senin, 16 Mei 2011

TUGAS LANDASAN PSIKOLOGI GURU PENJAS


Pada dasarnya belajar gerak (motor learning) merupakan suatu proses belajar yang memiliki tujuan untuk mengembangkan berbagai keterampilan gerak yang optimal secara efisien dan efektif. Seiring dengan itu, Schmidt (1989: 34) menegaskan bahwa belajar gerak merupakan suatu rangkaian asosiasi latihan atau pengalaman yang dapat mengubah kemampuan gerak ke arah kinerja keterampilan gerak tertentu.

Sehubungan dengan hal tersebut, perubahan keterampilan gerak dalam belajar gerak merupakan indikasi terjadinya proses belajar gerak yang dilakukan oleh seseorang. Dengan demikian, keterampilan gerak yang diperoleh bukan hanya dipengaruhi oleh faktor kematangan gerak melainkan juga oleh faktor proses belajar gerak.

Di sisi lain, pengaruh dari belajar gerak tampak pada perbedaan yang nyata dari tingkat keterampilan gerak seorang anak yang mendapatkan perlakukan pembelajaran gerak intensif dengan yang tidak. Pada kelompok anak yang mendapatkan perlakuan belajar gerak intensif menunjukan kurva kenaikan progresif dan permanen. Sementara itu, dalam pemerolehan keterampilan gerak dipengaruhi oleh beberapa faktor; (1) faktor individu subyek didik, (2) faktor proses belajar dan (3) faktor situasi belajar. Faktor individu subyek belajar dalam belajar gerak akan merujuk pada adanya perbedaan potensi yang dimiliki subyek didik. Perbedaan potensi kemampuan gerak yang dimiliki oleh subyek didik ini secara fundamental akan memberikan pengaruh terhadap pemerolehan keterampilan gerak. Perbedaan potensi kemampuan gerak memiliki implikasi terhadap usaha penyusunan program pembelajaran gerak Oxendine (1984:56) menegaskan bahwa perbedaan potensi kemampuan gerak yang dimiliki oleh seorang secara nyata akan memberikan pengaruh terhadap kecepatan, ketepatan dan tingkat perolehan keterampilan gerak. Sementara itu, dalam proses pemerolehan keterampilan gerak, seseorang harus melalui beberapa tahapan, yaitu ; (1) tahap formasi rencana, (2) tahap latihan dan (3) tahap otomatisasi.(Rahantoknam, 1989:78)


Tahapan Belajar Gerak

1. Tahap Formasi Rencana

Tahap formasi rencana merupakan tahap di mana seseorang sedang menerima rangsangan pada alat-alat reseptor. nya sebagai masukan bagi sistem memorinya. Pada tahap ini, seorang yang sedang belajar gerak akan mengalami beberapa tahapan proses belajar, sebagai berikut; (1) tahap menerima dan memproses masukan, (2) proses kontrol dan keputusan dan (3) unjuk kerja keterampilan.

Pada fase formasi rencana yang yang diawali dengan tahap masukan, pada dasarnya seorang yang belajar gerak berada pada tahap menerima informasi tentang bentuk dan pola keterampilan gerak yang kelak harus dilakukannya. Masukan informasi pada subyek didik dapat dilakukan melalui alat-alat reseptornya, seperti penglihatan, sentuhan, pendengaran dan penciuman. Namun demikian dalam belajar gerak penglihatan dan pendengaran merupakan reseptor yang dominan dalam menerima informasi belajar gerak.

Tahap kedua adalah proses pengolahan informasi. Tahap ini merupakan tahap analisis infomasi yang masuk. Sebelum respons kinetik diberikan terhadap suatu stimuli, informasi akan dianalisis melalui; (1) identifikasi stimulus, (2) seleksi respons dan (3) pemograman respons.

Identifikasi stimulus merupakan awal dari rangkaian pengenalan stimulus yang diterima seseorang dengan memberikan analisis terhadap ling- kungan dari suatu variasi sumber informasi, bentuk informasi, sentuhan, penglihatan (besar kecil, warna, cepat lambat), pendengaran (keras halus, lambat cepat). Hasil identifikasi stimulus ini akan menjadi bentuk yang representatif bagi seleksi respons yang harus diberikan terhadap suatu bentuk stimuli.

Pada tahap seleksi respons akan dilakukan seleksi terhadap berbagai kemungkinan respons yang harus diberikan terhadap suatu stimuli. Seleksi respons akan disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Berbagai kemungkinan bentuk gerak akan diprogramkan untuk memberikan respons. Dalam pe-mograman respons dilakukan pengorganisasian tugas dari sistem motorik sebagai dasar respons kinetik. Sebelum respons kinetik sebagai jawaban dimunculkan, maka program dari respons akan mempertim bangkan bentuk stimulus yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya. Bila tahapan rangkaian proses pengolahan informasi telah dilakukan, maka pola rencana gerak telah terbentuk dalam sistem memori seseorang. Pola rencana gerak yang berinteraksi dengan lingkungan stimulus pada akhirnya akan menjadi respons kinetik seperti yang diunjukkerjakan oleh seseorang.

Respons kinetik sebagai keluaran dari suatu proses sistem akan ber-hubungan dengan kecepatan memberikan reaksi dan pengambilan keputusan. Untuk memberikan respons kinetik dengan cepat dan tepat, menurut Abdoellah (1987:45) berkaitan dengan potensi kemampuan gerak yang dimiliki oleh seseorang. Dari model yang sederhana di atas oleh para ahli belajar gerak dikembangkan beberapa teori belajar gerak.

Dalam hal ini Singer (1993:98) mengembangkan teori model belajar gerak yang diawali dengan proses pengolahan informasi. Dari teori tersebut tampak bahwa Singer mengembangkan model belajar gerak yang mengkombinasikan proses pengo-lahan informasi, adaptasi dengan sibernetika.

Teori proses pengolahan infromasi dalam model ini berkaitan dengan tahap saat seseorang menerima masukan dan memproses informasi menjadi rencana gerak dalam memorinya. Kemudian, proses adaptasi tampak pada mekanisme dari perencanaan gerak menjadi suatu unjukkerja keterampilan gerak seseorang. Sedangkan teori sibernatika tampak dari proses mekanisme otoregulasi umpanbalik yang harus dan dapat dimunculkan secara intrisik.

Sebagai suatu masukan dalam sistem mekanisasi organisme masuknya informasi merupakan tahap penerimaan stimulus yang segera diubah dan disesuaikan dengan situasi stumulus melalui tahapan yang sistematik. Hal tersebut berhubungan dengan mekanisme sistem saraf dan hormon. Dalam hal ini, reseptor merupakan fungsi utama untuk menerima informasi dan melalui sistem saraf segera diubah menjadi tanda masukan bagi sistem memori. Masukan informasi akan mengalami proses interaksi dan adaptasi dengan berbagai faktor individual. Sehubungan dengan ini, kemampuan individu dalam mengadopsi dan memproses suatu informasi akan berbeda antara yang satu dengan lainnya. Pada sisi lain, faktor situasi eksternal seperti tempat, cahaya, jarak tingkat kesukaran saat informasi diterima reseptor merupakan salah satu faktor dominan yang mempengaruhi seorang dalam menerima dan mengubah informasi tersebut. Pada sisi lain, fungsi penyimpanan memori memiliki dua fungsi yaitu; sebagai (1) penerima dari masukan stimuli yang kemudian akan dikenali dan diringkas, dan (2) transmisi yang mendekatkan informasi ke mekanisme persepsi untuk dikenali atau ditempatkan pada penyimpanan jangka panjang untuk dihubungkan dengan memori. Untuk pemerolehan keterampilan gerak, faktor pengenalan dan proprioseptik dari informasi angat penting.

Makin sederhana dan jelasnya informasi yang masuk akan makin cepat diterima dan simpan dalam sistem memori. Kesederhanaan dan kejelasan informasi dalam belajar gerak berkaitan dengan bentuk-bentuk gerak yang menjadi bahan belajar.

Pada sisi lain, hubungan antara reseptor (situasi informasi) dengan efektor bukan hanya terjadi karena proses pengolahan informasi dan habitual melainkan proses tersebut akan terjadi secara otoregulator atau sibernetika. Mekanisme sibernetik antara efektor dan reseptor merupakan konpensasi dari proses habitual belajar gerak dan situasi stimulis.

Sehubungan dengan hal di atas, maka faktor situasi belajar merupakan salah satu faktor yang akan memberikan pengaruh dalam proses pembelajaran gerak. Dalam belajar gerak, situasi belajar berhubungan dengan analisis kemampuan individu subyek belajar dan profil tugas yang kelak dilakukanya. Profil tugas belajar gerak mengacu pada tujuan belajar yang hendak dicapai dalam suatu proses kegiatan belajar.

Dengan memahami potensi indvidu dan tujuan yang hendak dicapai maka dapat diciptakan situasi belajar yang kondusif. Rancang bangun yang efektif dari situasi belajar akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap rangkaian proses pemerolehan keterampilan gerak. Pada tahap manapun dari rangkaian belajar gerak senantiasa dibutuhkan situasi belajar yang kondusif. Sementara itu, orientasi dari belajar gerak tidak hanya sekedar pada usaha pengembangan berbagai keterampilan gerak melainkan melalui belajar gerak akan dikembangkan pula komponen lain dari subyek didik. Kartono (1989: 67) menegaskan bahwa pemberian pengalaman gerak yang luas kepada anak merupakan tindakan yang bijaksana dalam usaha mempengaruhi perkembangan anak. Melalui gerak, pada dasarnya anak sedang mengadakan interaksi dan komunikasi dengan dunia luarnya dalam usaha melengkapi pengatahuan dan sikapnya. Pengaruh dari proses belajar terhadap ranah kognitif dan afektif bukanlah pengaruh tidak langsung melainkan pengaruh langsung seperti halnya terhadap perkembangan gerak.

Dalam pembentukan sikap subyek didik, Ateng (1994:35) menegaskan tidak ada media pendidikan serealitas pendidikan gerak untuk menanamkan sikap sportif, seperti menghargai orang lain, bekerja sama, berjuang keras dan sebagainya.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditegaskan bahwa belajar gerak memiliki beberapa intensi yang meliputi perkembangan; (1) ranah psikomotor, (2) ranah kognitif dan (3) ranah afektif. Pada ranah psimotor intensi belajar gerak memuat dua tujuan utama; (1) kemampuan bergerak, (2) kemampuan fisik. Kemampuan bergerak memuat masing-masing; (1) kemampuan gerak lokomotor, (2) kemampuan gerak manipulasi dan (3) kemampuan gerak stabilisasi. Sedangkan kemampuan fisik memuat masing-masing; (1) kesegeran jasmani dan (2) kesegaran gerak.

Hal-hal di atas secara multilateral dapat dikembangkan melalui program pembelajaran gerak yang efektif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam situasi pembelajaran gerak tidak hanya dikembangkan keterampilan gerak melainkan dengan segera dapat dikembangkan pula faktor-faktor lain yang menjadi komponen dalam perkembangan totalitas anak.

2. Tahap Latihan

Tahap kedua dari belajar gerak adalah tahap latihan. Pada tahap ini di mana pola gerak yang telah terbentuk dalam sistem memori sedang diunjuk kerjakan. Unjuk kerja keterampilan pada awalnya dilakukan dengan tingkat koordinasi yang rendah.

Rahantoknam (1989) menegaskan bahwa pada tahap ini dua hal yang perlu mendapatkan perhatian, yakni frekuensi pengulangan, intensitas, dan tempo. Frekuensi pengulangan pada dasarnya merujuk pada berapa kali seorang melakukan pengulangan gerakan, baik yang dilakukan dalam satuan berkali belajar maupun yang berhubungan dengan jumlah pengulangan yang dilakukan dalam satu minggu.

Efektivitas frekuensi pengulangan memiliki karakter yang individualistik. Sehubungan dengan adanya perbedaan kemampuan individu maka kebutuhan frekuensi pengulanganpun akan berbeda-beda. Oleh karenanya tinggi-rendahnya frekuensi pengulangan yang dilakukan oleh individu sangat tergantung pada kemampuan individu.

Sehubungan dengan hal tersebut, Hebert, Landin dan Solmon (2001) menemukan hubungan antara frekuensi pengulangan dengan kemampuan individu. Makin baik kemampuan individu makin rendah frekuensi pengulangan yang dibutuhkannya. Namun demikian, frekuensi belajar tidak selamanya memiliki hubungan yang linear dengan kemampuan individu terhadap perolehan keterampilan gerak seseorang. Setiap individu memiliki keterbatasan kecenderungan dan kemampuan untuk beradaptasi dengan frekuensi belajar. Ada individu yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan frekuensi belajar tinggi. Ia dapat mengatasi berbagai kendala fisik dan dan psikis yang menekannya.

Frekuensi pengulangan di samping memperkuat hubungan antara reseptor dan efektor, juga dapat memperbaiki kualitas pola gerak yang terbentuk dalam sistem memori. Oleh karenanya melalui frekuensi pengulangan yang efektif pola gerak makin permanen terbentuk dalam sistem memori seseorang. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditegaskan bahwa suatu pola gerak yang telah tersimpan dengan permanen dalam sistem memori seseorang mempermudah bagianya untuk memanggil kembali bila ia menginginkannya.

Variasi bentuk latihan yang memperyimbangkan beragam situasi dan kondisi secara langsung dapat memperkaya seseorang dalam memberikan respons kinetik yang dikonvensikan dengan situasi dan kondisi. Salah satu indikasi permenannya pola gerak yang terbentuk dalam sistem memori adalah dengan makin baiknya tinkat koordinasi gerak yang dapat dilakukan oleh seseorang. Bila keterampilan gerak terus dilakukan dengan pengulangan dan umpan yang efektif dapat mempercepat proses otomatisasi gerak.

Frekuensi pengulangan yang efektif dapat mengurangi tingkat gangguan dalam pembentukan pola gerak secara permanen. Seperti diketahui dalam kehidupan sehari-hari, seseorang akan menerima berbagai informasi. Informasi belajar merupakan salah satu dari berbagai informasi yang diterima oleh seseorang. Informasi-informasi tersebut sangat penting untuk membentuk pengalaman-pengalaman dalam kehidupan seseorang, baik yang berhubungan dengan pengalaman verbal maupun pengalaman gerak.

Dalam proses penguatan pola gerak dalam sistem memori antara satu informasi dengan lainnya saling berinteraksi, bahkan tidak menutup kemungkinan akan saling bertindih. Sehubungan dengan hal tersebut, agar pola gerak dapat terbentuk dengan permanen dalam sistem memori, di samping faktor kelejasan, kederhanaan, kuat dan harmonisnya informasi juga faktor keefektifan pengulangan dan umpan balik merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan.

Sehubungan dengan hal di atas, frekuensi pengulangan yang dilakukan oleh seseorang dapat berhubungan dengan dua hal utama; pertama adalah frekuensi pengulangan berhubungan dengan jumlah pertemuan yang dilakukan oleh seseorang dalam satuan waktu tertentu. Berapa jumlah frekuensi yang dibutuhkan oleh seseorang agar ia dapat menguasai suatu keterampilan gerak tertentu? Berapa lama jeda waktu di antara frekusensi tersebut? Tentu saja relatif. Tiap individu memiliki kebutuhan waktu yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya.

Di samping hal itu, kemampuan fisik sangat mendukung untuk memperoleh keterampilan gerak, khususnya kemampuan fisik yang secara langsung berhubungan dengan proses pengulangan gerakkan yang dilakukan oleh seseorang dalam waktu yang relatif lama. Untuk dapat menampilkan suatu keterampilan yang berulang-ulang dengan kualitas kinerja relatif sama dibutuhkan kemampuan fisik, seperti daya tahan jantung dan otot.

Kemampuan fisik secara langsung menjadi landasan bagi pengulangan gerakkan yang dilakukan oleh seseorang. Dengan kemampuan fisik yang baik, pengulangan dapat dilakukan dengan baik. Pengulangan-pengulangan gerakkan yang dilakukan efektif dapat memperbaiki koordinasi gerak.

Kedua, adalah bahwa frekuensi pengulangan berhubungan dengan jumlah perlakuan yang dapat dilakukan dalam satuan minggu. Dengan demikian, dalam hal ini frekuensi pengulangan berhubungan dengan dalam satu minggu berapa kali seseorang harus mengulang gerakkan yang dipelajari. Sehubungan dengan hal tersebut, paling sedikit harus dilakukan dua kali perminggu. Itupun untuk mendapatkan pola gerak yang sederhana. Untuk menguasai pola gerak yang kompleks dibutuhkan waktu pengulangan yang lebih banyak lagi.

Dalam usaha memperoleh suatu keterampilan gerak, perhatian terhadap waktu istirahat sama pentingnya dengan waktu perlakuan. Perhatian terhadap waktu istirahat diantara waktu perlakuan berhubungan beberapa gangguan yang mungkin muncul dan dapat mengganggu memori yang belum permanen. Gangguan yang terjadi di antara dua informasi yang disajikan tidak jarang dapat menggeser pengalaman yang belum permanen dalam sistem memori. Bila ini terjadi maka unjuk kerja keterampilam yang dimunculkan dengan koordinasi yang rendah.

Bila pengulangan dilakukan dengan intensitas rendah atau dengan dengan interval waktu yang relatif lama, yang terjadi dalam sistem memori bukan hanya penggeseran informasi sajal mekainkan terjadi pula pelapukan informasi. Lapuknya informasi dalam memori dapat menyebabkan informasi tersebut terhapus dan bahkan menjadi hilang. Bila hal ini terjadi, maka seseorang akan sulit bahkan tidak dapat mengingat apa-apa yang pernah dipelajarinya.

Secara fisiologis, kurangnya intensitas dalam frekuensi pengulangan dapat menjadi sebab kurang permanennya hubungan antara dendrit dan axon pada sistem saraf. Permanen hubungan antara keduanya merupakan mata rantai dari hubungan reseptor-efektor. Bila hubungan antara reseptor dengan efektor terjadi dengan efektif maka segera dapat diidikasikan bahwa unjuk kerja keterampilan dilakukan dengan efektif. Dengan pengulangan yang efektif, lambat laun gerakkan dapat dilakukan dengan otomatisasi.

Pada sisi lain, secara fisiologis anak memiliki kemampuan yang terbatas dalam beradaptasi dengan intensitas kerja fisik tertentu. Anak membutuhkan waktu istirahat di antara dua atau lebih perlakuan kerja fisik. Waktu istirahat dibutuhkan anak untuk dapat mengembalikan kemampuannya. Aktivitas fisik dengan intensitas tinggi dan rendah memiliki implikasi yang berbeda terhadap kemampuan anak untuk melakukan aktivitas dan waktu istirahat.

Intensitas kerja fisik tinggi mendorong anak untuk melakukan aktivitas fisik dalam waktu yang relatif singkat. Bila intensitas diturunkan menjadi sedang dan rendah maka ia dapat melakukan aktivitas fisik yang relatif lebih lama daripada intensitas tinggi. Demikian pula dengan waktu istirahat. Intensitas tinggi, sedang dan rendah membutuhkan waktu istirahat yang relatif berbeda.


3. Tahap Otomatisasi

Tahap ini meruapakan tahap akhir dari rangkaian proses belajar. Gerakkan otomatisasi merupakan hasil dari latihan yang dilakukan dengan efektif. Gerakkan otomatisasi dapat terjadi karena terjadinya hubungan yang permanen antara reseptor dengan efektor. Gerakkan otomatiasi dalam mekanismennya tidak lagi dikoordinasikan oleh sistem syaraf pusat melainkan pada jalur singkat pada sistem saraf otonom.

Saran

Bila kita cermati uraian di atas, maka tampak bahwa sesungguhnya belajar gerak memiliki instensi dan koneksi yang kuat dengan teori belajar, fisiologi dan psikologi. Sebagai bagian dari teori belajar, tahapan belajar juga merupakan bagian dari teori komunikasi.

Sehubungan dengan hal tersebut, untuk lebih memahami teori belajar gerak secara komprehensif, tampaknya perlu dilakukan analisis komprehensif terhadap beberapa teori psikologi, komunikasi dan fisiologi yang memiliki koneksi langsung dengan teori belajar gerak. dengan seksama. Dengan demikian, teori belajar gerak dapat dipahami dan diimplementasikan sebagai bagian integral dari pengembangan kompetensi professional guru.

SUMBER :
Rahantoknam, B. E. Perkembangan Motorik dan Belajar Gerak Pada Anak-anak Sekolah Dasar. Jakarta: Yayas-an Pengembangan Olahraga Indonesia, 1990

Schmidt, Richard, A. Motor Control and Learning: A Behavioral Emphasis. Champaign: Human Kinetic Publishers, Inc, 1988

ANALISIS GERAK MELEMPAR BOLA SOFTBALL/BASEBALL

LEMPAR BOLA SOFTBALL SEJAUH-JAUHNYA

1) Urutan geraknya:

Sikap Awalan

· Posisi siap, kaki kaki kiri didepan kaki kanan.

· Bola diletakkan pada ujung pangkal jari-jari tangan kanan, (pegangan bola dengan tiga jari tengah, ibu jari dan kelingking sebagai penahan). Kemudian angkat lengan kanan ke atas samping kanan sampai batas maksimal kelenturan sendi bahu. Pada posisi ini lengan kiri posisinya masih tetap disamping kiri tubuh dan tidak melakukan gerakan apapun

Pelaksanaan

· Gerakan atau ayunkan kaki kanan kedepan sampai posisi kedua kaki menyilang. Pada saat mengayunkan kaki kanan ini sendi lutut dari kaki kanan agak ditekuk sedikit, bersamaan gerak ayunan ini gerakkan lengan kiri bagian bawah ke atas sampai didepan dada dengan sendi siku ditekuk, kemudian gerakkan atau putarkan dada dan bahu kebelakang sehingga posisi badan agak condong kebelakang, gerakan memutar dada kebelakang ini tidak dilakukan secara maksimal kebelakang. Gerakan ini disebut langkah satu atau step 1 (satu).

· Langkah kedua (step 2) gerakan atau ayunkan kaki kiri kesamping kiri kaki kanan, dengan melewati bagian belakang kaki kanan. Bersamaan dengan ayunan kaki ini putarkan dada dan bahu ke belakang bawah secara maksimal dan sendi lutut kaki kanan ditekuk sedikit sehingga tumit kaki kiri agak terangkat, dengan posisi tangan kiri tetap berada di depan dada. Gerakan ini menyebabkan otot perut bagian samping teregang, otot pectoralis mayor teregang, dan juga otot pada tungkai kiri teregang.

Sikap Akhir
· Langkah ketiga (step 3). Gerakan atau ayunkan kaki kanan ke depan samping kiri kaki kiri dengan melewati bagian depan kaki kiri, sehingga posisi kedua kaki menyerong kekanan,kemudian gerakan panggul ke depan, pinggang kedepan, dada kedepan, bahu kedepan, kemudian gerakan selanjutnya adalah gerakan lengan atas ke depan dan lengan bawah kedepan atas disusul gerakan sendi pergelangan tangan sehingga bola meluncur di jari-jari tangan, kemudian setelah sampai pada ujung jari tangan, lecutkan jari-jari tangan pada posisi lengan lurus di depan atas kepala dan kemudian bola lepas dari tangan dengan sudut 450.



2) Segmen dan sendi yang terlibat

Segmen yg terlibat adalah segmen telapak kaki, segmen tungkai bawah, segmen tunkai atas, segmen tubuh atas, segmen lengan atas, segmen lengan bawah, dan telapak tangan.

Sendi yang terlibat adalah sendi pergelangan kaki, sendi lutut, sendi panggul, sendi bahu, sendi siku, dan sendi pergelangan tangan.


3) Otot yang terlibat

Otot yang terlibat adalah otot gastrocnemeus, hamstring, quadrisep, otot perut bagian samping (obligue eksternal), pectoralis mayor, trapezeus, deltoid, bisep, trisep, otot-otot lengan bawah (flexor dan extensor, dan otot-otot telapak tangan).

PERBEDAAN INDIVIDUAL (INDIVIDUAL DIFFERENCES)

Definisi dan Pemahaman

Topik tentang individual differences ini mengkaji mengenai karakteristik manusia sebagai individu yang utuh tidak dapat dibagi(undivided), tidak dapat dipisahkan yang memiliki ciri-ciri yang khas. Karena adanya ciri-ciri yang khas itulah yang menyebabkan manusia satu dengan yang lainya dikatakan individu yang berbeda.
Manusia adalah mahluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang . sejak ratusan tahun sebelum Isa, manusia telah menjadi obyek filsafat, baik obyek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun obyek material yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dengan berbagai kondisinya. Sebagaimana dikenal adanya manusia sebagai mahluk yang berpikir atau homo sapiens, mahluk yang berbuat atau homo faber, mahluk yang dapat dididik atau homo educandum dan seterusnya. Dalam kamus Echols & Shadaly (1975), individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang, perseorangan, dan oknum. Berdasarkan pengertian di atas dapat dibentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawa perubahan-perubahan apa saja yang diinginkan dalam kebiasaan dan sikap-sikapnya. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Pada awal kehidupannya bagi seorang bayi mementingkan kebutuhan jasmaninya, ia belum peduli dengan apa saja yang terjadi diluar dirinya. Ia sudah senang bila kebutuhan fisiknya sudah terpenuhi. Dalam perkembangan selanjutnya maka ia akan mulai mengenal lingkungannya, membutuhkan alat komunikasi (bahasa), membutuhkan teman, keamanan dan seterusnya. Semakin besar anak tersebut semakin banyak kebutuhan non fisik atau psikologis yang dibutuhkannya.
Topik tentang individual differences ini mengkaji mengenai karakteristik manusia sebagai individu yang utuh tidak dapat dibagi(undivided), tidak dapat dipisahkan yang memiliki ciri-ciri yang khas. Karena adanya ciri-ciri yang khas itulah yang menyebabkan manusia satu dengan yang lainya dikatakan individu yang berbeda.
Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan(heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakter keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Karakteristik yang berkaitan dengan perkembangan biologis cenderung lebih bersifat tetap, sedang karakteristik yang berkaitan dengan sosial psikologis lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu keluarga ayah dan garis keluarga ibu. Sejak saat terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru itu secara berkesinambungan dipengaruhi oleh banyak dan bermacam-macam faktor lingkungan yang merangsang. Tiap-tiap perangsang tersebut baik secara terpisah maupun terpadu dengan rangsangan yang lain semuanya membantu perkembangan potensi-potensi biologis demi terbentuknya tingkah laku manusia yang dibawa sejak lahir. Hal itu akhirnya membentuk pola karakteristik tingkah laku yang dapat diwujudkan seseorang sebagai individu yang berkarakteristik berbeda dengan individu-individu lain.
Individu menunjukan kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau perseorangan. Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan orang perorangan. Ciri dan sifat orang yang satu berbeda dengan yang lainya. Perbedaan inilah yang disebut perbedaan individual (individual differences). Pendapat dari Lindgren (1980 : 578) dikutip oleh Prof. H Sunarto : perbedaan dalam “perbedaan individual” menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis.
Dalam aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu (i) semua diri manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan didalam pola perkembangannya, dan (ii) di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia – secara biologis dan social, tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif.
Makna “perbedaan” dan “perbedaan individual” menurut Lindgren (1980) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis.
Adapun bidang-bidang dari perbedaannya yakni:
1. Perbedaan kognitif
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Setiap orang memiliki persepsi tentang hasil pengamatan atau penyerapan atas suatu obyek. Berarti ia menguasai segala sesuatu yang diketahui, dalam arti pada dirinya terbentuk suatu persepsi, dan pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik untuk menjadi miliknya.
2.Perbedaan kecakapan bahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting dalam kehidupan. Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis dan sistematis. Kemampuan berbaha sangat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik (organ bicara).
3. Perbedaan kecakapan motorik
Kecakapan motorik atau kemampuan psiko-motorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan syarat motorik yang dilakukan oleh syaraf pusat untuk melakukan kegiatan.
4. Perbedaan Latar Belakang
Perbedaaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari potensi individu untuk menguasai bahan.
5. Perbedaan bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat sebaliknya bakat tidak berkembang sama, manakala lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang, dalam arti tidak ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.
6. Perbedaan kesiapan belajar
Perbedaan latar belakang, yang mliputi perbedaan sisio-ekonomi sosio cultural, amat penting artinya bagi perkembangan anak. Akibatnya anak-anak pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan yang sama dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih luas.


PENUTUP

Kesimpulan
Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Natur dan nature merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu. Sejak terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru, maka secara berkesinambungan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor lingkungan yang merangsang.



DAFTAR PUSTAKA

Engel, J F; Roger D B; Paul, W M. 1995. Perilaku konsumen jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara.
http://edukasi.kompasiana.com