MAKANAN
PEDAS, BAIK ATAU BURUK?
Makanan
berbumbu pedas merupakan salah satu ciri khas makanan Nusantara. Masakan Padang
dari Sumatera Barat, salah satunya. Di daerah ini, menyantap makanan pedas
sudah menjadi kebiasaan. Dan, cabai dianggap sebagai bahan utama masakan
Padang. Selain Cabai, rasa pedas juga bisa didapat dari rempah, seperti lada
hitam, merica atau bumbu dapur lainnya.
Meski sering
digunakan sebagai pembangkit selera, rasa pedas yang berlebihan ternyata dapat
mengganggu proses pencernaan dan kesehatan, mulas misalnya, Namun banyak juga
orang yang menganggap lumrah. Tetapi, benarkah makanan pedas tidak berpengaruh
terhadap kesehatan?
PENGARUHNYA PADA KESEHATAN
Fungsi rasa pedas
sebenarnya lebih kepada penambah rasa makanan. Sebenarnya, tidak masalah jika
seseorang yang mengkonsumsi makanan pedas dari cabai. Cabai sendiri mengandung capsaicin,
penyebab efek pedas, yang bisa meningkatkan nafsu makan, menghilangkan sakit
kepala, antiradang dan menghilangkan kantuk.
Namun, bagi sebagian
orang, makanan pedas dapat mengganggu kesehatan karena sistem pencernaan mereka
yang tergolong sensitif. Rasa pedas ini bisa mengganggu produksi asam lambung,
yang menimbulkan rasa tidak enak pada perut, menimbulkan iritasi dan membentuk
pola aneh pada lidah.
Selain itu, bagi
orang yang bermasalah dengan pencernaan, luka lambung misalnya, sebaiknya
berhati-hati dan menghindari makanan pedas.
Efek mengonsumsi
makanan pedas berlebih dapat menyebabkan perih pada lambung. Terlalu sering
menengkonsumsi makanan pedas juga dapat menyebabkan permukaan lambung menjadi
rapuh dan mudah mengalami luka.
Gangguan ini disebut
gastritis atau maag, yang terjadi karena adanya peradangan pada lapisan
lambung. Juga, bisa menimbulkan dispepsia atau nyeri lambung. Gejalanya, cepat
kenyang, perut kembung dan berasa penuh, mual serta muntah.
Makanan pedas juga
dapat mempercepat gerakan di usus yang mempermudah terjadinya diare. Ketika
makanan pedas sampai di usus besar, efek iritasi ini akan langsung terasa.
Tubuh pun akan
mengirim lebih banyak air ke usus untuk meredakan gejala iritasi. Tapi, setiap
orang memiliki kepekaan usus yang berbeda, sehingga daya tahannya juga berbeda.
Selain itu, rasa pedas juga dapat menimbulkan pengaruh terhadap kualitas tidur
atau insomnia. Mengkonsumsi makanan pedas secara teratur juga bisa mengurangi
kepekaan indra perasa secara permanen. Dampak terburuknya, lidah menjadi kurang
peka mengenali rasa dari makanan atau minuman. Perlu diperhatikan, pengaruh
rasa pedas bagi tubuh juga tergantung dari kondisi orang pada saat mengonsumsi makanan
pedas. Orang yang suka makan pedas biasanya tidak berakibat apapun pada
lambungnya, ketika dia sedang stres atau kondisi badannya tidak sehat, bisa
diare usai mengkonsumsi makanan pedas.
MANFAAT MASANAN PEDAS
JIKA
dikonsumsi
dalam batas yang wajar dan tidak berlebihan, sebenarnya rasa pedas dapat
meredakan sakit dan mengurangi peradangan. Capsaicin, substansi dalam cabai,
dapat menghambat Substnce P, suatu zat yang berhubungan dengan proses inflamasi,
yang menyebabkan sakit kepala, migraon, juga sinus. Capsaicin juga ditengarai
merangsang pelepasan endorfin yang membunuh rasa sakit akibat peradangan. Juga,
mampu mematikan sel-sel ganas penyebab kanker, terutama kanker prostat.
Rasa pedas juga dapat
menurunkan kadar gula darah. Penelitian menunjukkan mengonsumsi cabai atau
makanan pedas dapat mengontrol kadar insulin hingga 60 persen. Makanan pedas
juga dapat menurunkan tekanan darah. Selain itu, berfungsi meningkatkan
serotonin, sehingga bisa mengurangi stres dan depresi. Makanan pedas juga dapat
membantu menurunkan berat badan. Capsaicin, memiliki efek termogenik
(meningkatkan pengeluaran energi yang dapat membakar kalori, bahkan tanpa
adanya latihan), sehingga mempercepat metabolisme tubuh. Selain itu, makanan
pedas juga dapat membantu menyehatkan jantung. Cabai mengandung vitamin A dan
C, serta bioflavonoid. Fungsinya, memperkuat pembuluh darah, membuatnya elastis
dan lebih mampu menyesuaikan diri dengan fluktuasi tekanan darah. Fungsi
lainnya, menurunkan kolesterol dan mengurangi jumlah fibrin dalam darah.
Oleh Dra.Emma. S Wirakusumah, Msc. (Ahli Gizi
& kuliner)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar